Kab Tangerang | Antero.co – Penanganan kasus dugaan pemerkosaan terhadap anak di bawah umur di Kampung Hauan menuai sorotan tajam. Sugani, karyawan PT EDS Manufacturing Indonesia (PEMI), diduga berulang kali melakukan tindakan bejat ini saat jam istirahat kerja. Namun, hingga kini, proses hukum yang seharusnya memberikan keadilan justru terkesan jalan di tempat.
Kecaman keras datang dari Ketua Pemuda Pancasila PAC Balaraja, Heri Jack. “Kasus ini bukan sekadar pelanggaran hukum, ini penghancuran masa depan anak! Tidak ada musyawarah untuk kejahatan seperti ini, pelaku harus dihukum seberat-beratnya!” tegasnya. Pernyataannya merespons dugaan upaya Kepala Desa Tobat yang lebih memilih menyelesaikan perkara ini melalui jalur musyawarah daripada memastikan pelaku dihukum sesuai hukum yang berlaku.
Ayah korban, seorang pimpinan pondok pesantren salafi (kobongan), hanya bisa menahan pilu. Wajahnya menggambarkan penderitaan mendalam akibat musibah yang menimpa anaknya. “Saya hanya ingin keadilan. Anak saya sudah dihancurkan masa depannya. Tolong, buka mata dan hati,” lirihnya.
Ironisnya, upaya menuntut keadilan justru menghadapi kebuntuan. Saat wartawan mencoba menghubungi nomor PPA Polresta Tangerang yang tertera dalam surat pemanggilan korban, tidak ada respons. Bahkan, Kasat Reskrim Polresta Tangerang, Kompol Arief Nazarudin Yusuf, SH, SIK, MH, juga bungkam ketika diminta klarifikasi terkait perkembangan kasus ini.
Dugaan lambannya aparat semakin memperkuat keresahan publik: apakah hukum akan tetap tajam ke bawah dan tumpul ke atas?
Tak hanya ormas, LSM pun angkat bicara. Zarkasih alias Rizal, Ketua YLPK PERARI DPD Banten, mengecam keras tindakan pelaku dan mendesak proses hukum berjalan tanpa kompromi. “Jika ini dibiarkan, kita mengundang lebih banyak pelaku kejahatan seksual. Kami akan kawal kasus ini sampai pelaku dihukum setimpal!” ujarnya.
Senada dengan itu, Leon dari LSM Aji Saka menegaskan bahwa hukum harus tegak tanpa tawar-menawar. “Jika kasus ini berakhir dengan musyawarah, itu artinya kita gagal melindungi anak-anak. Kami akan terus mengawal kasus ini agar tidak ada celah bagi pelaku untuk lolos dari hukuman,” tegasnya.
Dugaan adanya kepentingan tertentu di balik lambannya penanganan kasus ini semakin kuat. Apakah ini kelalaian murni atau ada sesuatu yang sengaja ditutup-tutupi? Sampai saat ini, Kepala Desa Tobat masih bungkam dan belum memberikan pernyataan resmi.
Sementara itu, di kediaman korban, suasana duka masih menyelimuti keluarga dan para tokoh masyarakat yang terus memberikan dukungan moral. Kasus ini harus menjadi pengingat bahwa keadilan tidak boleh dikorbankan atas nama kepentingan tertentu. Publik menuntut aparat bertindak cepat dan tegas, sebelum kepercayaan terhadap hukum benar-benar runtuh.
(BG)