*RSIA Ilanur Balaraja harus Lakukan Perbaikan dari Akar Permasalahan, Pesan Tegas dr. Shelmi Johan, Momen Pertemuan di Gedung Dinkes. ini Penjelasannya?*

oleh -12 Dilihat

Kabupaten Tangerang | Antero.co – Dalam momen pertemuan RSIA Ilanur Balaraja dengan DPP LSM Pelopor Indonesia. Ketua Tim Kerja Akreditasi Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Tangerang, dr. Shelmi Johan memaparkan bahwa, RSIA Ilanur Balaraja sudah teradministrasi 2 tahun yang lalu.

Meski begitu, menurutnya, RSIA Ilanur Balaraja secara otomatis mempunyai Standar Operasional Prosedur (SOP) terhadap semua pelayanannya.

“Untuk RSIA Ilanur Balaraja ini sebetulnya sudah teradmintrasi 2 tahun yang lalu ya, otomatis dia sudah mempunyai SOP terhadap semua pelayanannya”, papar dr. Shelmi di hadapan ketiga pihak, dalam pertemuannya disalah satu ruangan Dinkes, pada Senin 23 Juni 2025.

dr. Shelmi meyakini bahwa, Insiden Keselamatan Pasien (IKP) bukan suatu yang tidak mungkin tidak terjadi di dalam suatu instansi, namun demikian pihak RSIA Ilanur Balaraja harus melakukan pelaporan dalam sistem verifikasi.

“Dalam sistem verifikasi, bila ada kasus IKP, mereka (RSIA Ilanur Balaraja) harus melakukan pelaporan, jadi IKP itu kan banyak kriteria nya, salah satunya apakah kasus nyaris cedera, juga kasus tidak cedera atau kejadian Sentinel yang menyebabkan kematian”, imbuhnya.

Ia menjelaskan bahwa, dalam kasus yang terjadi jika di salah satu itu masuk di beberapa kategori, pihak RSIA Ilanur Balaraja harus melaporkan ke Komisi Nasional Keselamatan Pasien (KNKP).

“Maka sebetulnya, sistem dari pada IKP itu adalah problem emotion (masalah emosional) karena tujuannya adalah, jangan sampai pemberian Obat Kadaluarsa kepada pasien terjadi kembali, dan saya setuju tadi dengan pernyataan pak Heru (Sekjen LSM Pelopor)”, terangnya.

“Nah disitu, semua Rumah Sakit, yang mendapatkan kasus, contohnya, Kejadian Tidak Cedera (KTC) atau pun Kejadian Nyaris Cedera (KNC), itu mereka (rumah sakit) hanya melaporkan secara internal saja, tidak perlu melaporkan ke KNKP”, tambahnya.

Sebelumnya diberitakan, Dalam kasus individu, diduga karena lalainya pengawasan internal RSIA Ilanur Balaraja, memberikan Obat Kadaluarsa jenis kapsul merek Vosedon kepada pasien yang bernama Reza Wildan, terus menjadi sorotan publik.

Reza Wildan (pasien) yang sebelumnya diketahui berobat di RSIA Ilanur Balaraja pada Jumat 25 April 2025 lalu, karena menderita sakit Mual dan Diare.

Reza diberi Obat jenis Kapsul merek Vosedon oleh RSIA Ilanur Balaraja, namun setelah dikonsumsi, ia mengaku bukannya sembuh, justru malah semakin memperburuk kondisi tubuhnya.

Heru mengemukakan, dalam pertemuannya, itu ia menyayangkan pihak RSIA Ilanur tidak menghadirkan bagian Apoteker yang memberikan Obat Kadaluarsa terhadap pasiennya.

Beberapa poin pertanyaan yang dilontarkan Heru, terkait mencuatnya informasi ke permukaan bahwa, RSIA Ilanur Balaraja diduga lalai kurang nya pengawasan dalam memberikan Obat Kadaluarsa kepada pasien/masyarakat.

Menurut Heru, perbuatan yang dilakukan Instalasi Farmasi dan Apoteker RSIA Ilanur memberikan Obat Kadaluarsa menyangkut nyawa seseorang.

“Persoalan di RSIA Ilanur Balaraja ini sudah beredar luas ke masyarakat, perbuatan yang dilakukan Apoteker menyangkut nyawa seseorang, kejadian yang menimpa pasien/masyarakat atas nama Reza Wildan, syukur masih beruntung nyawanya tidak hilang, ini patut menjadi peringatan keras bagi semua pihak teruntuk Rumah Sakit”, kata Heru.

Lebih lanjut, dr. Shelmi Johan menekankan bahwa, dalam kasus internal yang terjadi di RSIA Ilanur Balaraja yang terus bergulir, diharuskan mencari Road Post atau menganalisis kejadian tersebut.

“Jadi sekali lagi, prinsip dari pada IKP itu adalah, problem emotion, istilah kata, kita gampang saja, misalnya ada Apoteker yang memberikan Obat Kadaluarsa, kita pecat kita anggap selesai, sanksi itu saja ya”, tegas dr. Shelmi.

“Mencari Road Post itu, untuk mengetahui penyebab terjadinya kasus tersebut, misalnya kenapa Apoteker itu sampai memberikan Obat Kadaluarsa, biasanya yang menjadi alasan Rumah Sakit, karena mungkin petugasnya sedikit, sehingga pasiennya banyak, dia harus bekerja maksimal”, terangnya melanjutkan.

Bukan hanya itu, dr. Shelmi menjelaskan lebih gamblang, terkait beberapa kasus tergantung dari pada faktor kejadiannya, pihak Rumah Sakit juga harus menganalisis penyebab, seperti lalainya petugas, orientasi yang kurang dari sebelumnya, atau karena mungkin tidak melaksanakan SOP.

“Ada beberapa kejadian kasus, misalnya karena mungkin rumah sakit tidak teliti, atau karena kelalaian petugas tidak memakai SOP, lalu kenapa dia tidak melaksanakan SOP, apakah tidak paham, jika tidak paham SOP, mungkin ada kewajiban dari rumah sakit karena orientasinya kurang dari sebelumnya, bagaimana agar kasus ini tidak terjadi lagi”, itu yang perlu di analisis dan ditegaskan”, bebernya.

Jika rumah sakit hanya menyalahkan ketidak telitian petugas, dr. Shelmi juga meyakini bahwa, kejadian yang serupa bakal terulang kembali dikemudian hari.

“Jika rumah sakit hanya menyalahkan ketidak telitian petugas, kejadian pasti dikemudian hari akan terulang lagi, mau ganti orang pun tetap terulang”, jelasnya.

Oleh karenanya, kata dia, pihak rumah sakit harus melaksanakan SOP untuk melakukan monitoring terhadap petugas, terutama dari segi pelayanan kefarmasian.

“Rumah sakit harus melakukan monitoring terhadap petugas, melaksanakan SOP yang ada, dalam pelayanan kefarmasian-nya, harapan kami pun sama, kejadian itu jangan sampai terjadi, saya sudah melakukan analasis di RSIA Ilanur Balaraja, harapan saya RSIA Ilanur melakukan perbaikan dari akar permasalahannya”, cetus dia.

“Pihak Dinkes sudah memberikan surat teguran keras, tetapi memang bukan pada Apoteker-nya, tapi kepada Rumah Sakit”, pungkasnya.

(BG)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.