Jakarta | Antero.co – Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian menyoroti anggaran pendidikan 20 persen yang masih belum tersampaikan sepenuhnya ke masyarakat. Hal tersebut ia sampaikan pada saat acara diskusi tentang hasil draf awal RUU Sistem Pendidikan Nasional di gedung pusat penyiaran dan informasi parlemen, Gedung Nusantara 1, DPR RI, Senayan Jakarta, Selasa (22/7/2025).
Hetifah mengungkapkan bahwa dana pendidikan yang saat ini diatur pada amanat konstitusi pasal 31 seharusnya bisa dialokasikan lebih banyak. “Kalau tentang anggaran pendidikan, kalau kita mengacu pada pasal 31 itu dikemukakan bahwa negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang- kurangnya 20%. Boleh lebih nggak? Boleh. Bagaimana kita membuat anggaran kita itu kayak upah minimum itukan harusnya lebih dari itu,” jelasnya.
Akibat alokasi dana tak optimal itu menimbulkan dampak pada kualitas pendidikan di Indonesia. “Belum lagi kalau kita bicara APBD, kan APBD itu seperti tadi sedang dibahas, jadi ada dana transfer daerah yang digunakan untuk membayar guru tetapi dihitung kembali di dalam 20% APBD mereka. Jadi sebenarnya dalam tanda kutip inilah seolah-olah menjadi formalitas saja bahwa ada 20%. Tetapi 20% itu ke mana?” tanya Hetifah.
“Belum lagi kita bicara apakah di kementerian langsung yang terkait seperti Kemendikdasmen, itu pun apakah sepenuhnya juga tidak dikorupsi? Gitu ya, itu juga masih ada lagi uang yang walaupun itu dialokasikan untuk kepentingan pendidikan langsung ternyata mungkin tidak terpakai,” tambahnya lagi.
Ia juga menambahkan bahwa masih mendapatkan banyak keluhan dari guru tentang belum terpenuhinya infrastruktur pendidikan, “Seperti kemarin ada teman-teman yang mengatakan, mengeluh di Komisi 10, kami diberi bantuan untuk digitalisasi dan ini dan itu, perangkat teknologi, tapi jalan menuju ke sekolah kami masih rusak berat. Kemudian toilet di sekolah kami tidak ada aliran air yang higienis dan sebagainya. (Kebutuhan) Hal-hal yang lebih mendasar sebenarnya masih ditemui,” urainya.
//Aji