Jakarta | Antero.co – Mahasiswa dan pemuda yang tergabung dalam Dewan Pimpinan Wilayah Jaringan Pemuda Indonesia (DPW JPMI) Banten dan Himpunan Mahasiswa Islam Badko HMI Jabodetabeka-Banten mendatangi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), serta Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri), Kamis (17/7), di Jakarta.
Kehadiran mereka bertujuan menyampaikan laporan pengaduan terkait dugaan pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh CV. Gari Setiawan Makmur (CV. GSM), sebuah perusahaan penggemukan dan pemotongan sapi impor asal Australia yang berlokasi di Desa Mekarsari, Kecamatan Panimbang, Kabupaten Pandeglang, Banten.
Dalam aksi tersebut, para mahasiswa menyerahkan dokumen laporan pengaduan yang disertai kajian ilmiah berbentuk policy brief, hasil advokasi akar rumput dari masyarakat setempat. Laporan ini secara resmi disampaikan kepada KLHK, Komisi IV DPR RI, dan Mabes Polri sebagai bentuk keseriusan mereka terhadap kasus pencemaran lingkungan yang diduga telah berlangsung lama tanpa penanganan tegas dan nyata.
Kedatangan mahasiswa disambut langsung oleh Arif Rahman, Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi Partai NasDem. Arif menyatakan akan menindaklanjuti laporan tersebut sesuai dengan kewenangan yang dimiliki DPR RI.
Koordinator DPW JPMI Banten, Entis Sumantri, yang juga Ketua Bidang ESDM Badko HMI Jabodetabeka-Banten menyampaikan bahwa laporan ini merupakan aspirasi masyarakat dari wilayah terdampak, khususnya Kecamatan Panimbang dan Sobang, Kabupaten Pandeglang.
“Kami datang ke KLHK, DPR RI, dan Mabes Polri bukan atas dasar kepentingan politik, melainkan murni menyuarakan keresahan masyarakat. Laporan ini disertai bukti ilmiah dan testimoni masyarakat. Dugaan pelanggaran yang dilakukan CV. GSM tidak bisa lagi ditoleransi,” ujar Entis.
Menurut Entis, perusahaan yang bergerak di bidang karantina, penggemukan, dan rumah potong hewan ini diduga beroperasi tanpa izin lengkap seperti izin lingkungan, IPAL, AMDAL, hingga Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Bahkan lokasi perusahaan berada di wilayah padat penduduk dan sangat dekat dengan, perairan sungai Bengawan Sobang, area pertanian dan permukiman warga.
“Kami sudah melakukan berbagai langkah: audiensi dengan pemerintah daerah, rapat dengan DPRD Pandeglang, hingga laporan ke APH, seperti Polres Pandeglang dan Polda Banten dan Pemerintah daerah Namun, sampai hari ini belum ada tindakan yang tegas,” katanya.
Mahasiswa dan masyarakat mengeluhkan pencemaran udara akibat bau menyengat, serta dugaan pencemaran air dan tanah yang dihasilkan dari limbah perusahaan. Situasi ini telah mengganggu kenyamanan dan kesehatan warga sekitar, namun dianggap biasa saja oleh pemerintah daerah.
Entis juga menyampaikan bahwa masyarakat mulai kehilangan kepercayaan terhadap aparat penegak hukum dan pemerintah daerah karena dianggap lamban dan tidak serius menangani persoalan ini.
“Kami tidak anti-investasi, tapi investasi harus taat hukum. Kami menduga adanya praktik gratifikasi dan pembiaran oleh pihak-pihak terkait. Maka dari itu, kami meminta agar KLHK segera turun tangan memberikan sanksi dan menutup CV. GSM,” tegasnya.
Pihaknya juga mendesak DPR RI untuk menjalankan fungsi pengawasan secara maksimal serta meminta Mabes Polri segera menyelidiki kasus ini secara menyeluruh, termasuk memeriksa kinerja Polres Pandeglang dan Polda Banten yang dinilai lamban menangani laporan masyarakat.
Jika tidak ada langkah konkret dari pemerintah dan aparat, DPW JPMI Banten mengancam akan menggerakkan aksi massa secara besar-besaran di Kabupaten Pandeglang, kantor KLHK, DPR RI, dan Mabes Polri.
“Kalau ini terus dibiarkan, kami bersama masyarakat akan turun ke jalan. Ini menyangkut keselamatan lingkungan dan masa depan masyarakat di Pandeglang,” tutup Entis.
//Red