Cilegon | Antero.co – Aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh perusahaan berinisial GMP di wilayah Jalan Bendungan Raya, Galian H. R, Kota Cilegon, diduga kuat melanggar sejumlah ketentuan hukum yang berlaku. Selain diduga tidak mengantongi izin galian C, kegiatan operasional tambang ini juga disinyalir menggunakan solar ilegal untuk menjalankan alat berat seperti excavator.
Dari hasil investigasi tim di lapangan, tidak ditemukan papan informasi resmi terkait izin usaha pertambangan di lokasi tersebut. Padahal, keberadaan papan informasi merupakan syarat standar yang wajib dipasang di area tambang sebagai bukti legalitas operasional. Ketidakhadiran dokumen publik tersebut menimbulkan pertanyaan besar terkait keabsahan izin yang diklaim dimiliki GMP.
Selain persoalan perizinan, kegiatan tambang ini juga diduga menggunakan bahan bakar ilegal non-PPN, yang diduga berasal dari pasokan tak resmi. Solar tersebut digunakan untuk mendukung operasional alat berat di lokasi. Berdasarkan informasi dari sumber terpercaya dan pengamatan langsung, solar yang digunakan tidak sesuai dengan prosedur pengadaan bahan bakar industri yang sah.
“Solar yang mereka gunakan tidak jelas asal-usulnya. Kami mencurigai itu bukan dari SPBU resmi, karena distribusinya dilakukan secara sembunyi-sembunyi,” ungkap seorang sumber yang mengetahui kegiatan di lokasi, namun meminta identitasnya dirahasiakan.
Kondisi ini diperparah oleh minimnya pengawasan dari pihak berwenang. Pemerintah Kota Cilegon, Satpol PP, kepolisian, serta dinas teknis yang seharusnya bertindak sebagai penegak perda dan pengawas lingkungan, terkesan tutup mata terhadap aktivitas yang diduga ilegal ini.
“Setahu saya mereka cuma nebeng di belakang perusahaan. Soal izin, kami tidak pernah melihat ada dokumen yang dipajang,” kata seorang petugas keamanan di sekitar lokasi tambang.
Terkait tambang ilegal, Presiden Prabowo Subianto sebelumnya telah menegaskan bahwa penambangan tanpa izin harus ditindak tegas. Arahan ini sejalan dengan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
> “Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.”
Tak hanya pelaku utama, pihak-pihak yang terlibat dalam penampungan, pengangkutan, atau pemanfaatan hasil tambang ilegal juga dapat dijerat sanksi serupa berdasarkan ketentuan yang berlaku.
Masyarakat berharap agar aparat penegak hukum, termasuk kepolisian, kejaksaan, dan dinas ESDM, segera melakukan penyidikan menyeluruh terhadap dugaan aktivitas ilegal yang dilakukan oleh pihak GMP serta individu yang disebut-sebut terlibat, seperti H. R dan Y. Hingga berita ini diturunkan, keduanya belum dapat dihubungi untuk memberikan klarifikasi.
Jika tidak segera ditindak, dikhawatirkan aktivitas tambang ilegal ini akan semakin meluas dan merugikan negara, baik dari sisi lingkungan maupun kerugian ekonomi akibat penggunaan BBM ilegal dan pelanggaran pajak.
Redaksi akan terus memantau perkembangan kasus ini dan menghubungi pihak-pihak terkait untuk mendapatkan informasi lebih lanjut.
(BG)