Terkait Maraknya Pungli, Komite Sekolah SDIT Harapan Ummat Diminta Mundur!

oleh -13 Dilihat

Jakarta | Antero.co – Terkait dugaan maraknya pungutan liar (Pungli), Ketua Komite Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Harapan Ummat Jakarta Timur Wahyuni S.Farm, diminta mundur.

Desakan mundur tersebut ditegaskan oleh sejumlah orang tua murid yang dirasakan semakin meresahkan.

“Kami minta Ketua Komite segera mengundurkan diri dan dilakukan kembali pemilihan dengan kandidat yang lebih profesional dan berkompeten,” tegas salah satu orang tua murid yang enggan disebut namanya, kepada wartawan di Jakarta, Kamis (3/7/2025).

Ia menambahkan, persoalan yang memberatkan dan meresahkan bagi para orang tua murid diantaranya uang komite sekolah yang harusnya bersifat sukarela namun menjadi pungutan wajib.

“Berawal dari surat edaran dari pihak sekolah yang berisi rincian Uang Kegiatan Sekolah (UKS) periode tahun ajar 2025/2026. Setiap tahun menjelang tahun ajaran baru, memang selalu keluar biaya kegiatan siswa yang harus dibayarkan orang tua murid. Tapi di tahun ini ada perbedaan dari tahun sebelumnya, ada tambahan rincian biaya Kegiatan Komite yang nilainya sudah ditentukan dari pihak sekolah sebesar lima ratus empat puluh delapan ribu lima ratus rupiah,” jelas sumber itu.

Menurutnya, kinerja komite tersebut tidak sesuai dengan amanah sesuai ketentuan dari Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) yang mengatur tentang Komite Sekolah adalah Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016.

“Peraturan ini menjelaskan peran, tugas, fungsi, serta larangan yang terkait dengan Komite Sekolah. Komite Sekolah dilarang melakukan pungutan dari peserta didik atau orang tua/walinya, baik secara kolektif maupun perseorangan untuk membiayai kegiatan sekolah,” ungkap sumber itu lagi.

Ia melanjutkan, pada dasarnya tidak keberatan terkait pungutan untuk biaya komite sekolah namun seharusnya bersifat sumbangan sukarela bukan pungutan wajib.

“Saya sebagai wali murid berhak menolak kebijakan sekolah mengenai Uang Komite yang diwajibkan dan masuk ke dalam uang kegiatan sekolah pada saat daftar ulang,” tegasnya.

Keputusan Komite Sekolah tidak mengikat dan tidak boleh dipaksakan. Masih dikatakan sumber tersebut, setiap orang tua atau wali siswa berhak menolak keputusan tersebut.

“Komite hanya boleh memutuskan sumbangan bukan pungutan. Jika sekolah atau komite sekolah mewajibkan orang tua atau wali siswa untuk membayar sejumlah uang tertentu pada waktu tertentu, dan uang tersebut digunakan untuk membiayai kegiatan sekolah, maka hal ini bisa dianggap sebagai pungutan dan melanggar aturan,” ujarnya.

Secara terpisah, Kepala Sekolah SDIT Harapan Ummat Sulianto M.Pd, ketika dikonfirmasi menjelaskan terkait iuran kegiatan siswa dan guru yang dihimpun melalui komite dan Korlas tersebut.

“Kami sampaikan bahwa betul telah dilaksanakan rapat pembahasan biaya daftar ulang tahun Pelajaran 2025/2026 atas undangan rapat yang dilaksanakan sekolah dengan mengundang pengurus komite dan koordinator kelas (Korlas 1-5),” jelas Sulianto M.Pd yang disampaikan secara tertulis, Kamis (3/7/2025).

Menurutnya, dalam forum rapat tersebut dibahas mengenai kebijakan sekolah tentang larangan pemberian/gratifikasi guru atau karyawan, kesenjangan dan perbedaan iuran orang tua murid yang dikeluarkan untuk kebutuhan peserta didik di kelas.

Kebutuhan tersebut diataranya seperti tissue, air mineral, sabun cair, kegiatan P5, tali kasih untuk guru dan kebutuhan lainnya yang tidak tercover dari Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) dan Biaya Operasional Sekolah (BOS).

Dalam forum rapat disampaikan kebijakan sekolah agar orang tua murid jangan sampai merasa tidak nyaman dan merasa terganggu dengan iuran yang diminta melalui koordinator kelas (korlas).

“Atas dasar itu sekolah menyampaikan bahwa seluruh iuran akan dijadikan satu pintu melalui sekolah dan dibayar dicicil bersama biaya tahunan. Dalam forum tersebut juga di inventarisir seluruh kebutuhan yang dipenuhi dan ditemukan angka Rp. 665.500,- per anak,” jelasnya.

Sebelumnya, biaya yang harus dibayar orang tua murid untuk kebutuhan tersebut melebihi angka Rp. 1.000.000,- per anak. “Angka tersebut jauh lebih murah dari iuran sebelumnya, sebelum dikoordinir sekolah,” tambah Sulianto M.Pd.

Mengenai biaya tahunan (UKS), melalui forum tersebut juga disampaikan terkait biaya yang harus dibayar oleh orang tua atau wali murid sesuai hasil rapat dewan guru selama periode tahun ajaran 2025/2026.

“Sekaligus di dalamnya belanja buku paket mata Pelajaran selama satu tahun ajaran,” tulisnya.

Terlebih, untuk pengadaan buku paket juga disampaikan bisa berubah, karena kemungkinan terdapat biaya kebutuhan yang belum tercover pada list rencana belanja buku.

Selain itu, beberapa Minggu setelah rapat tersebut muncul adanya permintaan guru olah raga untuk pengadaan buku paket PJOK. “Kemudian kami masukkan sebagai daftar tambahan belanja buku. Walaupun pada akhirnya kami batalkan buku tersebut mengingat materi PJOK dirasa cukup mewakili sebagaimana yang tercantum di BUPENA,” tambah Sulianto M.Pd.

Namun demikian, ia menambahkan biaya yang dibayar tidak mengurangi anggaran belanja buku, karena belanja PJOK tersebut akan dialihkan untuk buku pengayaan yaitu ANBK, dan buku yang relevan terkait Tes Kemampuan Akademik (TKA).

“Apabila masih ada saldo akan dialihkan untuk buku literasi berupa pojok baca dan koleksi perpustakaan. Terkait dengan yang bersangkutan. Kami mohon maaf bila terjadi kesalah fahaman atas informasi yang kami sampaikan,” pungkas Sulianto M.Pd.

Sebelumnya, Sekretaris Komisi E DPRD Provinsi DKI Jakarta, Justin Adrian meminta agar Pemprov DKI memastikan, tidak ada pungutan liar atau pungli dalam pelaksanaan program sekolah swasta di Jakarta yang dimulai tahun ajaran baru pada Juli 2025.

“Pemprov juga harus memastikan program ini benar-benar gratis, atau tidak ada pungutan-pungutan lainnya yang bersifat liar,” kata Justin.

Menurutnya, banyak warga membutuhkan pendidikan gratis agar anak-anaknya memiliki kesempatan mendapatkan pekerjaan lebih baik, sehingga bisa meningkatkan taraf hidup mereka.

“Pemprov juga harus memastikan pelaksanaannya nanti merata. Karena ada banyak keluarga yang anaknya membutuhkan program sekolah swasta gratis, maka sebaiknya dilakukan pembatasan dua orang per keluarga yang bisa menerima bantuan tersebut,” ucapnya.

Tidak hanya itu, Pemprov juga harus memastikan kualitasnya pendidikannya, salah satunya tenaga pendidik yang harus memberikan pengajaran yang optimal.

“Harus ada sanksi yang berat kalau mereka melakukan pelanggaran seperti tawuran, sehingga mereka berpikir ulang ketika ingin berbuat kesalahan,” tegas Justin.

(Elis)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.