Kota Tangerang | Antero.co – Peredaran obat-obatan terlarang jenis daftar G di wilayah hukum Polres Metro Tangerang Kota kian merajalela. Kondisi ini sangat memprihatinkan mengingat Kota Tangerang dikenal sebagai kota yang menjunjung tinggi nilai-nilai akhlakul karimah. Namun, di balik citra tersebut, praktik penjualan obat keras tanpa izin semakin terbuka tanpa pengawasan yang ketat dari aparat penegak hukum (APH). Minggu (03/08/25)
Sejumlah titik rawan seperti wilayah Pinang, Pasar Bengkok, Kunciran Induk, Cipete Pakojan, Jalan Baru Pinang, Jalan Benteng Betawi, hingga Batuceper, diduga menjadi lokasi aktif penjualan obat terlarang. Ironisnya, aktivitas ilegal ini telah berjalan begitu lama dan nyaris menjadi hal biasa di tengah masyarakat
Para pedagang obat terlarang menyamarkan toko mereka dengan menjual kosmetik, tisu, hingga minuman kemasan seperti teh sisri, sehingga sulit dikenali kecuali oleh konsumen tetap. Pembelinya pun rata-rata berasal dari kalangan usia produktif, yakni 20 hingga 30 tahun, yang sudah menjadi pelanggan setia.
Obat-obatan seperti tramadol dan hexymer yang termasuk daftar G dan seharusnya hanya bisa dibeli dengan resep dokter diperjual belikan secara bebas. Hal ini tentu menjadi ladang bisnis yang sangat menguntungkan bagi para pelaku, namun di sisi lain memberikan ancaman besar terhadap kesehatan dan masa depan generasi muda.
Obat-obatan ini, ketika dikonsumsi secara tidak tepat dan dalam jangka panjang, dapat menyebabkan ketergantungan hingga gangguan mental serius.
Warga menyampaikan kekhawatiran mereka dan meminta Kapolres Metro Tangerang Kota untuk segera bertindak dan menutup toko-toko obat ilegal yang telah, “mendarah daging” di berbagai sudut kota.
“Ini bukan sekadar bisnis ilegal, tapi sudah masuk ke ranah kejahatan terhadap masa depan anak bangsa. Kami berharap aparat bertindak tegas,” ujar salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.
Menurut Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, pelaku pengedar obat terlarang tanpa izin edar dapat dijerat Pasal 435 jo. Pasal 436 ayat (2), juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP, dengan ancaman hukuman hingga lima tahun penjara.
Masyarakat berharap pihak berwenang tidak lagi tutup mata terhadap persoalan ini dan segera mengambil langkah konkret demi menjaga kesehatan dan moral generasi muda Kota Tangerang.
(BG)